Makalah Bimbingan dan Konseling



MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING

Konsep Dasar Rational Emotive Theraphy

Disusun Oleh:
Kelompok IV
Hardiyanti
Mawardi
Jumharis
Irwansyah Suwahyu

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MAKASSAR
2013


KATA PENGANTAR

            Puji syukur ke hadirat Allah swt. atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik meskipun masih terdapat banyak kekurangan.
Makalah ini disusun berdasarkan kelaziman akademik dan diharapkan nantinya dapat dijadikan sebagai materi tambahan untuk mempelajari materi pada tingkat yang lebih tinggi lagi.
Terkirim pula salawat kepada Nabi besar Muhammad swt. yang merupakan nabi terakhir yang diutus oleh Allah ke bumi yang merupakan suri tauladan bagi ummat manusia.
Terima kasih kepada Ibu yang telah memberikan tugas berupa makalah ini tidak lain untuk melatih dan menambah wawasan kami tentang mata kuliah ini yakni “Telaa’ah Kurikulum PAI”.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih memiliki kesalahan. Oleh karena itu, kami akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini membawa berkah dan manfaat bagi kita semua.

Makassar, 08 April 2013

                                                                                                                           Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................ ii

I. PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A.    Latar Belakang........................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................................... 2

II. PEMBAHASAN.............................................................................................................. 3
A.    Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum................................................ 3
B.     Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam............................................... 5

III. PENUTUP...................................................................................................................... 12
a.       Kesimpulan................................................................................................................ 12
b.      Saran.......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam memberikan perilaku pelayanan konserling yang terbaik pada seorang klien, seorang Konselor perlu mengetahui  dan memahami Ratonal Emotive Behavior therapy (Rasional Ematif Terapi Perilaku). Rational Emotive Behavior therapy (Rasional Ematif Terapi Perilaku) merupakan bagian dari kegiatan pendukung dalam layanan Bimbingan dan Konseling.
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irrasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irrasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irrasional.
Berpikir irrasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irrasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Rational Emotive Behavior Therapy?
2.      Bagaimana Asumsi Dasar Perilaku Bermasalah?
3.      Apa Tujuan Konseling dari Rational Emotive Behavior Therapy?
4.      Apakah Peran Terapis?
5.      Teknik-Teknik Apakah yang digunakan?
C.     Tujuan Penulis
Ada beberapa tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui Rational Emotive Behavior Therapy.
2.      Untuk memenuhi tugas Bimbingan Dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian dan Konsep Dasar
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Albert Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis sekaligus seorang Neo Freudian. Menurut Ellis (dalam Latipun, 2001 : 92) berpandangan bahwa RET merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku.
Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. (Willis, 2004). Yang dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir dan akan sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Bahwa teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1.        Antecedent Event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2.        Believe (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational believe atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional believe atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
3.        Emotional Consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D, E dan F untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irrasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Sehingga lahir perasaan (feelings; F) yaitu perangkat perasaan yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada. Teori pendekatan DEF dari ellis jika digambarkan dalam bentuk bagan adalah demikian: D (disputing intervention) E (effect) F (new Feeling).
·         D adalah yang meragukan atau membantah. Pada isensinya merupakan aplikasi dari metode ilimiah untuk menolong klien membantah keyakinan irrasional. Ellis dan Bernard (1986) melukiskan tiga komponen dari proses membantah ini:
Pertama: klien belajar cara mendeteksi keyakinan irrasional mereka, terutama kemutlakan seharus
nya dan harus, sifat berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Kedua: klien memperdebatkan keyakinan yang disfungsional itu dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan kepada diri sendiri serta berbuat untuk tidak mempercayainya.
Ketiga: klien belajar untuk mendiskriminasikan keyakinan yang irrasional dan rasional.
·         E adalah falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan yang tidak pada tempatnya dengan yang cocok. Apabila itu berhasil maka akan tercipta F atau new feeling.
·         F adalah perangkat perasaan yang baru. Kita tidak lagi merasakan cemas yang sungguh-sungguh, melainkan kita mengalami segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.
Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irrasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.

B.     Asumsi Perilaku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Adapun ciri-ciri berpikir irrasional adalah:
1.      Tidak dapat dibuktikan.
  1. Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu.
3.      Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
  1. Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi.
2.      Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain.
  1. Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irrasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irrasional adalah:
  1. Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.
  2. Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum.
  3. Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
  4. Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya.
  5. Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut.
  6. Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang.
  7. Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.
  8. Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irrasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1.      Mengabaikan hal-hal yang positif.
2.      Terpaku pada yang negatif.
3.      Terlalu cepat menggeneralisasi.
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irrasional:
1. “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”.
2. “Orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.

C.     Tujuan Konseling
Tujuan dari Konseling Rational Emotive Behavior Therapy ini antara lain:
1.      Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irrasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
2.      Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
  1. Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
  2. Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irrasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
  3. Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irrasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
(1)   Minat kepada diri sendiri.
(2)   Minat sosial.
(3)   Pengarahan diri
(4)   Toleransi terhadap pihak lain.
(5)   Fleksibel.
(6)   Menerima ketidakpastian.
(7)   Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya.
(8)   Penerimaan diri.
(9)   Berani mengambil risiko
(10)  Menerima kenyataan.
Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam hal ini, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya.
Menurut Ellis, memang ada alasan-alasan tertentu kenapa orang mengedepankan diri atau egonya, yaitu kita ingin menegaskan bahwa kita hidup dan dalam keadaan baik-baik saja, kita ingin menikmati hidup, dan lain se­bagainya. Akan tetapi, jika hal ini dilihat lebih jauh lagi, ternyata mengedepankan diri atau ego sendiri malah me­nyebabkan ketidaktenangan, seperti yang diperlihatkan oleh keyakinan-keyakinan irasional berikut ini:
- Aku ini punya kelebihan atau tak berguna.
- Aku ini harus dicintai atau orang yang selalu diperhatikan.
- Aku harus abadi.
- Aku harus jadi orang baik atau orang jahat.
- Aku harus membuktikan diriku.
- Aku harus mendapatkan apa pun yang saya inginkan.
Ellis berpendapat bahwa evaluasi-diri yang keterlaluan akan menyebabkan depresi dan represi, sehingga orang akan mengingkari perubahan. Yang harus dilakukan manusia demi kesehatan jiwanya adalah berhenti menilai-nilai diri sendiri. Ellis tampaknya agak skeptis akan keberadaan diri yang “sebenarnya” seperti yang diyakini Homey atau Rogers.
Dia sangat tidak sepakat dengan gagasan tentang adanya konflik antara diri yang teraktualisasi dengan citra diri yang dituntut masyarakat. Menurutnya, diri me­nurut seseorang dan diri menurut masyarakat bukannya saling bertentangan, sebaliknya saling topang.
Dia juga tidak sepakat dengan gagasan yang menyata­kan bahwa ada kesatuan transpersonal daIam diri atau jiwa. Agama Buddha, umpamanya, bisa berjalan baik tanpa adanya gagasan ini. Dia juga tidak percaya akan adanya alam bawah sadar mistis seperti yang diajarkan berbagai tradisi atau psikologi transpersonal yang dikemukakan ilmu psikologi. Dia menganggap keadaan kejiwaan semacam ini lebih bersifat tidak otentik ketimbang transenden. Di lain pihak, dia menganggap pendekatannya lahir dari tradisi kuno kaum Stoik dan didukung oleh pemikiran filo­sofis, terutama pemikiran Spinoza. Dia juga melihat adanya kemiripan tertentu antara pendekatannya dengan eksisten­sialisme dan psikologis eksistensial. Artinya, pendekatan apa pun yang menempatkan tanggung jawab ke pundak diri individual beserta keyakinan yang dipegangnya lebih mirip dengan pendekatan Rational Emotive Therapy-nya Ellis ini.

D.    Peran Terapis
Peran terapis di sini dibagi menjadi 2 yaitu:
1.      Aktif: berbicara, mengkonfrontasikan (yang irrasional), menafsirkan, menyerang falsafah yang menyalahkan diri
2.      Direktif.
-       Menerangkan ketidakrasionalan yang dialami & yang ditunjukkan : verbal, sikap, perilaku)
-       Membujuk
-       Mengajari klien (untuk menggunakan metode-metode perilaku : PR, desentisasi, latihan asertif dsb).



E.     Teknik-Teknik Dalam Rational Emotive Behavior Therapy
1.      Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a.      Assertive Adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b.      Bermain Peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c.       Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

2.      Teknik-teknik Behavioristik
a.      Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b.      Social Modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

3.      Teknik-teknik Kognitif
a.      Home work Assigments
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
b.      Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
(a)    Mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
(b)   Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
(c)    Mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan
(d)   Meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Terapi Rasional Emotif Behavior adalah suatu bentuk terapi behavioral yang berorientasi pada kognitif. Terapi Rasional Emotif Behavior Telah berkembang menjadi pendekatan yang komprehensif dan elektik yang memberi tekanan pada berpikir, memberi penilaian, memutuskan, dan berbuat. Pendekatan ini tetap mempertahankan kualitas yang sangat dedaktif dari Ellis, dan pada dimensi kognitif serta perasaan Terapi Rasional Emotif Behavior menaruh tingkat kepedualian yang sama. Dimulai dari tingkat emosi dan perilaku klien yang terganggu dengan pendekatan ini mengungkapkan dan mempertanyakan pikiran yang menciptakan semuanya itu secara langsung.
Meskipun Terapi Rasional Emotif Behavior berasumsi bahwa kita ada behavioral yang berorientasi untuk berpikir lurus, kecenderungan untuk berpikir tidak lurus, dan faktor lingkungan membuat sulit mereka untuk menghindar dari kepercayaan ketrhadap keyakinan irrasional yang menjadi akar dari masalh dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku. Agar dapat memblokir pikiran yang sifatnya mengalahkan diri sendiri, tereapi.
Terapi Rasional Emotif Behavior menggunakan teknik aktif dan direktif seperti mengajar, menyarankan, menghimbau, dan memberi pekerjaan rumah, dan klien ditantang untuk menggantikan sistem keyakinan yang irrasional dengan yang rasional. Mereka kerjakan ini semua dengan jalan terus menerus, mendorong klien untuk menjadikan ide dan pengamatan mereka sahih dan dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana cara melakukan tipe keyakinan irrasional itu akan menimbulkan akibat terjadinya perilaku serta emosi yang negatif. Kepada klien diajarkan cara untuk berfikir secara ilmiah dan cara menghapuskan ide serta perilaku mengalahkan diri-sendiri yang mungkin akan terjadi dimasa datang. merupakan hal yang krusial bagi terapis untuk mendemonstrasikan penerimaan sepenuhnya serta toleransinya. Mereka lakukan semua itu dengan jalan menolak untuk menilai sesorang dan dalam waktu yang bersamaan berkonfrontasi dengan perilakunya yang merusak dirinya sendiri. Yang juga amat penting adalah terapis harus memiliki keterampilan dan kemauan unutk menantang, berkonfrontasi, meneliti secara cermat, dan meyakinkan klien untuk mau melakukan aktifitas (baik pada saat maupun setelah terapis) yang akan membawa pada perubahan yang konstruktif dalam pemikiran serta perilaku.
Terapi Rasional Emotif Behavior memberikan tekanan pada perbuatan melakukan sesuatu tentang pemahaman yang diperoleh pada saat terapi. Perubahan bisa terjadi terutama dari komitmen dalam mempraktekkan secara konsisten perilaku baru dan menggantikan perilaku yang lama yang tidak efektif.
Terapi Rasional Emotif Behavior biasanya elektik dalam penyaringan strategi terapeutiknya. Yang digaris bawahi adalah teknik kognitif dan behavioral yang digerakkan untuk mencabut sampai keakar-akarnya kenyakinan irrasional yang membawa keperasaan serta perilaku yang mengalahkan diri sendiri dan untuk mengajarkan klien cara menggantikan proses negatif ini dengan sarana falsafah hidup yang rasional. Terapis memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan gaya pribadinya sendiri dan melakukan kreativitas mereka tidak terbelengggu dengan teknik yang sudah di tetapkan sebelumnya untuk membawa dirinya kekerja terapiotik melalui cara yang inventif.
2.      Kritik Dan Saran
Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi, (3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.
Penulis memberi saran agar proses dalam pendekatan Terapi Rasional Emotif Behavior perlu ditingkatkan terutama dalam menerapkan metode dan teknik-teknik dalam terapi agar dapat memperoleh hasil yang lebih baik dan sempurna.


DAFTAR PUSTAKA
Sayekti Pujosuwarno, Dr, M.Pd. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mas Offset. 1993.
Latipun. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. 2001.
Pendekatan Konseling Rasional Emotif. Akhmad Sudratajat. Web. 24 November 2012 <http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-rasional-emotif/>
Resume Teori Pendekatan Konseling Rational Emotive Therapy. Faiz Perjuangan. Web. 21 November 2012
<http://faizperjuangan.wordpress.com/2009/03/11/resume-teori-pendekatan-konseling-rational-emotive-therapy/>



 















 



Komentar

Postingan populer dari blog ini